Setelah sekian lama bekerja, akhirnya saya berhasil mengumpulkan sedikit uang yang bisa digunakan sebagai uang muka menyicil rumah. Saat itu saya belum punya rumah dan masih tinggal di rumah kontrakan, jadi rumah yang mau dibeli ini adalah rumah pertama dan akan menjadi tempat tinggal kami sekeluarga. Setiap keluarga pastilah mempunyai impian untuk memiliki rumah sendiri.
Singkat cerita tanda jadi dibayarkan, kredit disetujui, lalu semua urusan administrasi di bank sudah beres, dan dalam waktu dekat tinggal membayar uang muka untuk memulai cicilan.
Beberapa hari sebelum pembayaran uang muka, datang kabar dari kantor: karena alasan efisiensi, 3 bulan lagi kontrak kerja saya habis dan tidak akan diperpanjang! Sungguh berita mengagetkan ini hampir menghentikan niat saya untuk membeli rumah. Bagaimana mau membayar cicilannya kalau sampai saya nggak kerja lagi? Tapi saya pikir-pikir lagi, ah... nekat saja. Masak sih nggak bisa nyari kerja? Kan masih ada 3 bulan untuk mencari. Lagian saya ini lulusan universitas terkemuka di Indonesia dan sudah banyak pengalaman. Lalu saya memutuskan untuk membayar uang muka rumah tersebut dan mulai mencicil.
Mulai saat itu saya menghubungi banyak teman-teman untuk menanyakan informasi lowongan kerja. Banyak diantara teman2 tersebut yang memberi sinyal positif: terusin aja di tempatmu sekarang, kalau kontrak udah habis baru hubungi saya. Beberapa perusahaan yang dilamar pun memberi tanggapan yang baik, walaupun belum positif. Wah ... aman nih!
Akhir kontrak kerja sudah semakin dekat, saya mulai menghubungi lagi orang-orang yang menjanjikan kerja tersebut. Satu persatu dihubungi, tapi diluar dugaan semuanya memberikan respon yang hampir sama: kayaknya belum bisa bergabung sekarang, belum ada lowongan, nanti kami hubungi lagi, dll. Astaga! Apa yang terjadi? Kontrak kerja udah mau habis, saya belum punya kepastian mau kerja dimana?
Akhirnya saya menganggur juga. Minggu pertama belum ada kabar, biarin aja, saya mau istirahat dulu. Minggu kedua masih belum ada, wah mulai bahaya ini. Minggu ketiga saya mulai ketakutan, bagaimana nanti saya membayar cicilan rumah saya? Di minggu keempat saya mulai merasa stress berat, jangan-jangan nanti saya terpaksa menjual lagi rumah impian saya. Lalu kami mau tinggal dimana? Saya mulai suka duduk sendiri dan terkadang mengurung diri di kamar.
Suatu hari di minggu itu juga, istri saya mau ngajak anak2 jalan ke mall. Karena udah terlanjur stress, saya malas ikut. Saya memilih di rumah saja padahal nggak juga ada kerjaan. Iseng-iseng saya baca Alkitab, buka aja sekenanya terus dibaca. Kalau nggak menarik buka lagi halaman yang lain, begitu seterusnya. Saat itu saya nggak menemukan ayat-ayat yang spesial, tapi entah kenapa semakin lama saya dapat dorongan untuk berdoa. Iya benar, saya baru sadar kalau sampai saat itu saya belum pernah khusus berdoa menyerahkan pergumulan saya kepada Tuhan. Kok saya bisa lupa ya? Lalu saya mulai berdoa. Awalnya mulai dengan doa yang biasa, tapi lama kelamaan rasanya saya seperti seorang anak yang mengadu pada bapaknya. Sampai akhirnya dari mulut saya sendiri muncul kalimat: Tuhan selama ini saya terlalu terlalu yakin akan kekuatan sendiri, saya terlalu yakin teman-teman dan perusahaan-perusahaan itu akan memberikan saya penghidupan. Saya tidak pernah meminta kepada-Mu, berserah kepada-Mu, apalagi mengandalkan Engkau. Ampuni saya Tuhan! Saya tutup doa saya dengan Amin, dan tiba-tiba saya merasa lega dan yakin, jalan pasti ada. Waktu istri dan anak-anak pulang, saya sudah bisa senyum menyambut mereka.
Keesokan paginya, ya kurang dari 24 jam setelah saya berdoa, tiba-tiba datang telepon dari seorang warga negara Singapore. Dia mendapatkan CV dan no telepon saya dari seorang Australia yang saya kenal di bandara kurang lebih setahun lalu. Dia menawarkan pekerjaan dengan gaji dan posisi yang sesuai dengan keinginan saya (walaupun pada saat itu saya masih berpura-pura meminta gaji lebih). Lalu beberapa hari kemudian saya diinterview dan diterima bekerja disana, dengan gaji sesuai dengan yang saya minta. Puji Tuhan! Saya bekerja di perusahaan tersebut selama 2.5 tahun, lalu pindah ke perusahaan tempat saya bekerja sekarang. Soal cicilan rumah, sekali lagi puji Tuhan, sampai saat ini bukan lagi menjadi masalah.
Sangat disayangkan apabila kita harus melalui masa sulit dulu sebelum sadar bahwa Tuhan selalu ada dan siap mengatasi segala permasalahan kita. Kita tetap harus berusaha untuk menyelesaikan masalah kita, tapi bila tidak mengandalkan Tuhan maka apapun yang kita lakukan akan sia-sia. Sebaliknya bila mengandalkan Tuhan, apapun usaha kita akan dibuat-Nya berhasil. Halelluya!
Senin, 30 Juni 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
memang kita harus mengandalkan Tuhan pada setiap langkah2 hidup kita mulai dari berangkat meninggalkan rumah kita harus mengucap syukur dan selalu takut akan Tuhan karena sesuai dengan Firman Tuhan dalam Filipi 4:6. YLU
Posting Komentar