Apa hubungan merendahkan diri dengan rasa hormat? Dengan merendahkan diri (atau dalam bahasa yang lebih tepat biasa disebut rendah hati) berarti kita menempatkan orang lain lebih tinggi dari kita. Dan itu juga berarti kita menaruh hormat pada mereka. Menghormati tidak mungkin melakukannya dengan tidak jujur kepada orang lain. Dengan kata lain untuk menghormati kita harus jujur dan bersikap terbuka pada orang lain.
Secara khusus saling terbuka dan menghormati ini sangat perlu untuk diterapkan dalam hubungan suami-istri. Konflik dalam keluarga, khususnya antara suami dan istri sangat mungkin terjadi. Pada saat itulah kita perlu menempatkan keterbukaan dan rasa hormat tersebut yang dilandaskan rasa saling merendahkan diri berdasarkan takut akan Kristus, seperti yang ditulis dalam Efesus 5: 20-21 di atas.
Bagi pihak yang salah, meminta maaf dari hati nurani yang murni menunjukkan bahwa kita sudah menyadari bahwa hubungan kita dengan pasangan harus selalu berlangsung secara terbuka. Meminta maaf tidak bisa dengan mengatakan: “Ya sudah, saya minta maaf dari pada kamu ribut terus.” Atau ada juga yang meminta maaf hanya kalau kesalahannya ketahuan, kalau tidak ketahuan maka dia tidak perlu mengaku. Ini juga berarti tidak terbuka dan tidak menaruh rasa hormat.
Bagi pihak yang dimintai maaf, pengampunan juga harus disertai dengan hati nurani yang murni dan penuh keterbukaan. Bukan dengan memaafkan karena tidak mau ribut atau tidak mau mengakui bahwa dia juga pernah melakukan kesalahan yang sama.
Hati nurani yang murni dan penuh keterbukaan ini akan mendatangkan kesatuan suami-istri yang kokoh dalam keluarga (Yak 3:16). Untuk memperkokoh kesatuan suami-istri, masing-masing individu harus menerapkan “rasa hormat” sebagai dasar hubungan dengan pasangan.
Banyak orang mengatakan bahwa laki-laki perlu dihormati, sedangkan perempuan perlu disayangi. Itu benar tapi tidak lengkap. Perempuan juga perlu dihormati! Hal ini tertulis dalam 1 Petrus 3:5. Dasar untuk menghormati perempuan (istri) adalah karena perempuan adalah pewaris kasih. Karena itu penghormatan terhadap istri harus dilakukan dengan menyadari bahwa suami membutuhkan kasih.
Bagi istri, rasa hormat pada suami dapat ditunjukkan dengan tunduk pada suami dalam segala hal. Satu-satunya alasan istri tidak tunduk pada suami adalah apabila si suami mengajaknya melakukan perbuatan dosa.
Firman Tuhan mengibaratkan hubungan suami-istri itu seperti hubungan Kristus-Jemaat. Jemaat harus tunduk sepenuhnya kepada Yesus sebagai Kepala Gereja. Tapi Kristus juga rela berkorban di kayu salib untuk menyelamatkan jemaatnya.
Sekarang ini banyak suami yang mengaku menghormati istrinya, tapi menempatkan “rasa hormat” tersebut pada tingkatan yang lebih rendah dibandingkan atasan di kantor, kesibukan, bahkan hobby. Namun ada pula sebaliknya para istri yang menjadi wanita karier tidak menghargai suaminya hanya karena penghasilan si istri lebih besar dari suaminya. Mereka tidak terbuka dan tidak menaruh rasa hormat pada pasangannya.
Rasa hormat itu harus dibina dan ditumbuhkan, tidak sekonyong-konyong timbul. Hal ini bisa dimulai dari melakukannya pada kehidupan sehari-hari, dari hal-hal yang kecil. Pernah ada kisah yang diilustrasikan sebagai berikut:
1. Suami pulang terlambat – minta dibikinkan teh – istri ngomel dan tidak mau bikin the – suami marah lalu pergi ke restoran – ketemu dengan wanita penggoda – mulai selingkuh – akhirnya bercerai.
2. Suami pulang terlambat – minta dibuatkan the – istri membuat teh – suami merasa nyaman dan curhat pada istrinya – istri memberi pijatan – suami senang dan besoknya membelikan hadiah buat istrinya – keluarga bahagia.
Bisa dilihat dari ilustrasi tersebut bahwa secangkir teh bisa saja mengakibatkan perbedaan yang begitu besar. Dan masalahnya adalah pada ilustrasi pertama tidak ada rasa hormat!
Alkitab adalah sumber pengetahuan, pandangan, dan kepercayaan. Karena itu kita harus mengandalkan Alkitab untuk mengetahui keterbukaan dan rasa hormat seperti apa yang harus kita perbuat. Keterbukaan yang didasarkan Alkitab akan memberikan kesempatan kepada Firman Tuhan yang hidup untuk mengubah situasi dan memperbaharui kehidupan keluarga. Kita yakin bahwa Tuhanlah yang mengubahkan pembentukan sikap kita dalam kehidupan berkeluarga.
Ada contoh seorang suami yang sudah lebih dari 10 tahun merawat istrinya yang lumpuh. Banyak orang, termasuk anak-anaknya sendiri meminta agar dia menikah lagi saja. Bahkan anaknya bersedia menggantikannya untuk mengasuh istrinya. Tapi apa katanya? Saya tidak mungkin meninggalkan wanita yang telah menjadi istri saya walaupun dia sehat, apalagi kalau dia sakit!!
Kalau suami tersebut mengandalkan omongan orang, mungkin dia sudah menikah lagi, tapi karena dia mengandalkan Alkitab yang merupakan Firman Tuhan yang hidup maka kita tau dia tidak akan melakukan itu.
Untuk menumbuhkan rasa hormat dalam hubungan suami-istri, hal-hal berikut harus diperhatikan:
- Masing-masing suami dan istri harus mengetahui hak dan kewajibannya seperti yang dituliskan dalam Firman Tuhan (1 Petrus 3: 5,7).
- Andalkan Alkitab dalam sebagai sumber segala pengetahuan.
Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar